Senin, 12 September 2016


Introduction, History And Subfields of Applied Linguistic



1.               Introduction

Many people try to define or describe what applied linguistic is,below are some of them opinies :

a.       AL is the theoretical and empirical investigation of real world problems in which language is central issue. (Brumfit)

b.      The focus of AL is on trying to resolve language based problems  that people encounter in the real world.(Grabe)

c.       AL uses what we know about (a) language (b) how it is learned and (c) how it is used in order to achieve some purpose or solve some problems in the real world.(Schmitt and celce murcia)

d.      AL is , in our view, a coherent activity which theories through speculative and empirical investigations real world problems in which language is central issue. (Davis and Elder)

Davis and Elder  (2006) commented on widdoeson’s distinction between Linguistic  Applied (LA) and Applied Linguistic (AL) thus ::

“ the differences between these modes of intervention is that in the case of inguistic applied, the assumption  is that the problem can be reformulated by the direct and unilateral application of concepts and terms deriving from linguistic enquiry itself.   That is to say, language problems are amenable to linguistic solutions. In the case of applied linguistic , intervention is crucially a matter of mediation..applied linguistics..has to relate and reconcile different representation of reality, including that of linguistics without excluding others, (widdowson,2000,p.5)





2.               History of Applied Linguistic

1942 è Bloomfield’s outline guide for the practical study of foreign language

1948 è conference was organised by Charles C.Fries at university Michigan,America

1956 è a school of applied linguistic was estabilished by J.C Cartford at university Edinburgh, Britain

1959 èthe center for applied linguistic was set up in Washington DC under Charles Ferguson

1964 è national association of applied linguistic came togother , it is  Association International de la Linguistique  Aplique (AILA)

1967 è  the British Association of Applied Linguistic (BAAL) was formally

2001 è the symposium held at the American Association of Applied Linguistic (AAAL) in St. Louis.





3.      Subfields of Applied Linguistic

Below are the commonly regarded subfields of applied linguistic as note Grabe (2002)

a.       Second language acquisition (ASL)

b.      Language Assesment and Testing

c.       Language policy and planning

d.      Lexicography

e.       Multilinguaism

f.        Corpus linguistic : psycholinguidtic, education, sociolinguistic,English studies, discourse study

              Douglas L.Ride out in his comment on yhe book applied linguistics by Cook (2003) that in the late 1950s,AL was principally concerned with language teaching especially second / foreign language teaching.

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

UNTUK ANAK USIA DINI



1.                  Karakteristik Anak Usia Dini dan Permasalahannya

Anak usia dini adalah anak yang berusia antara 0 – 6 tahun. Usia dini merupakan usia emas perkembangan anak. Anak usia dini memiliki karakteristik tersendiri. Adapun karakteristik anak usia dini ialah :

1.        Mudah menangis

2.        Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

3.        Senang berfantasi (memiliki khayalan sendiri)

4.        Belum bisa mandiri

Ciri-ciri emosi anak yaitu berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba, bersifat sementara, lebih sering terjadi. Namun cara mengatasinya bisa dengan bujukan atau rayuan.

Dalam perkembangannya anak usia dini terkadang mengalami gangguan perkembangan. Salah satu gangguan perkembangan pada anak usia dini adalah Autis. Autis adalah gangguan perkembangan sosial atau pergaulan anak dimana anak tidak suka bersosialisasi dengan lingkungannya, termasuk teman sebayanya. Ciri-ciri anak autis diantaranya :

1.        Jika diajak berbicara ia tidak fokus dengan si pembicara. Tidak mau menatap si pembicara dan sibuk pada hal yang sedang dikerjakannya.

2.        Jika dipanggil dia susah untuk merespon walaupun orang yang memanggilnya sudah berteriak

3.        Sulit berbicara dan cenderung menutup diri

4.        Memiliki emosi yang tinggi, suka berteriak sendiri dan tidak terkontrol

5.        Jika menginginkan sesuatu ia hanya menggunakan isyarat dengan mengarahkan seseorang ke sesuatu yang ia inginkan

6.        Jika menangis sangat sulit untuk ditenangkan

Cara yang terbaik agar anak mau bersosialisasi dengan lingkungannya atau teman sebayanya adalah memasukkan anak ke playgroup (PAUD). Selain itu rangsangan dari orang tua ataupun komunikasi sangat diperlukan untuk menghindarkan anak dari gejala autis.

Mendidik anak usia dini harus dilakukan dengan kasih sayang. Tapi jangan terlalu memanjakan anak. Kebanyakan orang tua yang terlalu sayang pada anaknya selalu menuruti keinginan anak. Padahal hal tersebut salah dan kadang membahayakan perkembangan perilaku anak iu sendiri. Sehingga pada akhirnya anak menjadi manja, egois (segala keinginannya harus dipenuhi), dan suka seenaknya sendiri. Anak usia dini juga perlu dibangun kemandiriannya, namun harus tetap sesuai dengan kemampuan si anak. Kegiatan yang dapat dilakukan orang tua dalam membangun kemandirian anak diantaranya adalah membiasakan anak untuk mengerjakan sendiri tugasnya, bersikap tegas ketika anak merengek meminta sesuatu yang diinginkannya, dan membiasakan anak untuk membersihkan sendiri tempat tidurnya.

Anak sering mengalami masalah dalam pembelajarannya. Khususnya kegiatan belajar di sekolahnya. Misalnya saja pada pelajaran Matematika. Kesalahan orang tua ketika anak mendapatkan nilai jelek adalah menyerahkannya pada guru les untuk memberikan les pada anak terkait pelajaran Matematika. Padahal anak belum tentu menyukai pelajaran Matematika. Dengan kata lain anak menjadi terbebani dan dipaksakan untuk menyukai pelajaran tersebut. Hal utama yang perlu dilakukan orang tua adalah mendekati anak tersebut dan mencoba mencari pokok permasalahannya. Sedapat mungkin orang tua mengajak anak berkomunikasi untuk mengungkapkan kesulitannya. Kegiatan les tambahan yang paling baik diberikan adalah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat anak. Anak memiliki keunikan tersendiri yaitu bakat. Bakat ini dapat dikenali dengan melihat kesukaan anak. anak memiliki prestasi dalam pembelajarannya, orang tua harus menghargai prestasi anak tersebut. Namun penghargaan tersebut bukanlah dengan cara membanggakan anak didepan orang lain secara berlebihan (pamer).

Penanaman nilai moral dan keagamaan juga penting diberikan kepada anak. Tujuannya untuk membentuk jiwa spiritual anak untuk mengenal dan mencintai sang pencipta. Landasan agama berperan sebagai pengarah dikehidupan anak agar tidak terjerat dengan hal yang melanggar norma agama. Untuk memmbangun nilai spiritual atau keagaaman anak dapat dilakukan dengan mengajarkan anak sejak dini untuk mengenal Tuhannya, mengenalkan anak pada lingkungan yang agamis, dan memasukkan anak ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) diwaktu luangnya. Hak-hak anak sangat perlu diperhatikan orang tua. Hak-hak anak yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Bab III Pasal 4-18 dan UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Bab II Pasal 2-8 :

1.        Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2.        Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

3.        Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua

4.        Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Namun jika suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.        Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

6.        Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus.

7.        Hak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

8.        Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

9.        Anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

10.    Dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. Jika orang tua, wali atau pengasuh anak melanggar hal tersebut maka akan dikenakan pemberatan hukuman.

11.    Hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

12.    Hak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.

13.    Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

14.    Anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

15.    Anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.





1.                  Pengertian Program bimbingan dan konseling untuk anak usia dini (AUD)

Menurut Crow and Crow (M. Surya, 1988:45) bimbingan diartikan sebagai bantuan yang diberikan seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya, mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.sedangkan konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan (psikologis) dari konselor kepada konseling untuk membantu mengoptimalkan perkembangan individu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling anak usia dini adalah suatu kegiatan untuk membantu serta mengoptimalkan kemampuan anak. Tidak seperti bimbingan dan konseling pada masa remaja, pada masa anak usia dini peran serta orang tua sangat dibutuhkan





2.                   Ciri Bimbingan dan Konseling Untuk Anak Usia Dini

Menurut Syaodih, E(2004) ada beberapa ciri bimbingan dan konseling bagi anak usia dini yang dapat dijadikan rujukan bagi guru atau pendamping, yaitu:

·                     Proses Bimbingan dan Konseling Harus Disesuaikan dengan Pola Pikir dan Pemahaman Anak

·                     Pelaksanaan Bimbingan Terintegrasi Dengan Pembelajaran

·                     Waktu pelaksanaan bimbingan sangat terbatas

·                     Pelaksanaan bimbingan dilaksanakan dalam nuansa bermain

·                     Adanya keterlibatan teman sebaya

·                     Adanya keterlibatan orang tua

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling untuk Anak Usia Dini

a.       Fungsi pemahaman

Fungsi pemahaman yaitu usaha bimbingan yang dilakukan guru atau pendamping untuk menghasilkan pemahaman yang menyeluruh tentang aspek-aspek sebagai berikut:

1)      Pemahaman diri anak didik terutama oleh orang tua dan guru,

2)      Hambatan atau masalah yang dihadapi anak,

3)      Lingkungan anak yang mencakup keluarga dan tempat belajar,

4)      Lingkungan yang lebih luas diluar rumah dan diluar tempat belajar,

5)      Cara-cara penyesuaian dan pengembangan diri.



b.      Fungsi pencegahan

Fungsi pencegahan yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan tercegahnya anak dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan.

c.       Fungsi perbaikan

Fungsi perbaikan adalah usaha bimbingan yang menghasilkan terpecahnya berbagai permasalahan yang dialami oleh anak didik.

d.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

Yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan

1.                  Parenting

Parenting dapat diartikan sebagai keorangtuaan atau pengasuhan orang tua, maksudnya adalah proses interaksi antara orang tua dengan anak. Kegiatan parenting meliputi memberi makan (nourishing), memberi petunjuk (guiding), dan melindungi (protecting) anak-anak[1]. Saat ini Parenting juga dapat dilakukan di masyarakat diantaranya melalui PAUD.Proses parenting pada PAUD dilakukan dengan penuh kasih sayang,dengan disertai penanaman nilai moral keagamaan dan sosial . pada bimbingan konseling anak usia dini diawali dg parenting dikarenakan ketergantungan anak terhadap orang tua masih relative besar

2.                   Konseling

Pada pelaksanaan konseling pada PAUD dilakukan dengan nuansa bermain. Bermain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dunia anak dan bahkan dapat dikatakan tiada hari tanpa bermain. Bermain bagi anak merupakan suatu aktivitas tersendiri yang sangat menyenangkan yang mungkin tidak bisa dirasakan atau dibayangkan oleh orang dewasa

3.                  Field Trip

Karyawisata atau field trip selain berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi sebagai salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok[2]. Denagn berkaryawisata anak mendapat  kesempatan meninjau objek-objek yang menarik dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari objek itu. Dengan field trip (karyawisata) imajinasi anak akan berkembang dengan baik

4.                  Penempatan kegiatan ekstra kurikuler

Penempatan kegiatan ekstrakurikuler dilakukan untuk mengembangkan minat serta bakat pada anak

5.                  Leaflet

Menurut effendi (1989: 202) dalam kamus komunikasi, leaflet adalah lembaran kertas berukuran kecil  mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa[3]. Proses pemmberian leaflet diharapkan mampu membantu orang tua untuk mendapatkan informasi tentang tempat-tempat di mana anak mereka belajar






























MASALAH PENELITIAN,ASUMSI,KAJIAN PUSTAKA

DAN HIPOTESIS

-Masalah Penelitian

Permasalahan dalam penelitian sering disebut dengan istilah problema atau problemik. Memilih masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari suatu kajian penelitian. Jenis-jenis masalah dalam penelitian secara garis besar peneliti fenomena atau gejala atas tiga jenis,yakni:

1.      problematik untuk untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena

2.      problematic untuk membandingkan dua fenomena atau lebih

3.      problematic untuk mencari hubungan dua fenomena,ada dua macam problema korelasi yakni :

a)      korelasi sejajar,

b)      korelasi sebab-akibat    (Arikunto,2010:74)

- Kajian Pustaka

Kajian pustaka yaitu bagian yang berisis teori-teori yang mendukungnya. Kajian pustaka biasanya juga disebut dengan istilah telaah pustaka atau landasan teori . kajian pustaka merupakan merupakan bagian yang amat penting dalam sebuah karya ilmiah. Semakin banyak teori relevan yang digunakan sebagai dasar berpijak,semakin mantaplah penelitian itu dilakukan.

- Asumsi

            Asumsi adalah sebuah titik tolak yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Sebagai bahan pendukng asumsi dasar,peneliti sebaiknya melakukan studi perpustakan untuk menemukan teori-teori (Arikunto,2010:105)

-  Hipotesis

Kata hipotesis berasal dari 2 penggalan kata yaitu : “hypo” yang artinya “ dibawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.

Jenis-jenis hipotesis

1.      Hipotesis kerja,atau disebut dengan hipotesis alternatif, disingkat ”Ha”. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y,atau adanya perbedaan antara dua kelompok

2.        Hipotesis nol tau disebut hipotesis statistic disingkat Ho yaitu hipotesis yang tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y


Senin, 07 Oktober 2013

Pemberdayaan Sumber Belajar



Pemberdayaan Sumber Belajar

2.1.      Pengertian Sumber Belajar
Belajar adalah sebuah proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang yang berlangsung seumur hidup. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri peserta didik sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Peserta didik seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dengan berbagai sumber media yang tersedia di lingkungannya. Oleh karena itu sumber belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individual (Bambang Warsita,2008:209). Menurut Donald P.Ely (1978:3) sumber belajar adalah data,orang,dan atau sesuatu yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar. Sumber belajar meliputi semua sumber yang berkenaan dengan data, manusia, barang-barang yang memungkinkan dapat digunakan secara terpiasah atau kombinasi, yang oleh peserta didik biasanya digunakan secara optimal untuk memberikan fasilitas dalam kegiatan belajar.
Dalam pemilihan sumber belajar ada beberapa kriteria,yaitu[1]:
1.              Harus dapat tersedia dengan cepat
Sumber belajar haruslah mampu segera tersedia saat dibutuhkan ketika itu. Jangan sampai sebuah sumber belajar akan mempersulit pengguna atau memperumit pengajaran. Sehingga konsentrasi guru tidak terpusat ke pengajaran tapi justru pada penyiapan sumber belajar, sehingga pengajaran menjadi kurang efektif dan efisien. 
2.              Harus memungkinkan peserta didik memacu diri sendiri.
Salah satu tujuan sumber belajar adalah memudahkan peserta didik untuk belajar secara individu. Sumber belajar haruslah mampu memacu peserta didik secara mandiri, sehingga membiasakan siswa agar tidak tergantung pada guru ataupun peserta didik lain. Sumber belajar haruslah dapat meng-upgrade motivasi yang ada dalam diri siswa.
3.      Harus bersifat individual, agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan peserta didik dalam belajar mandiri.

Selain itu sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar (Rohani,1997:112). Oleh karena itu,dalam pemilihan sumber belajar yang baik,perlu memperhatikan beberapa kriteria,yaitu:
a.                   Ekonomis
Sumber belajar haruslah bersifat ekonomis, jangan sampai sumber belajar hanya akan memberikan pemborosan  pada sekolah maupun pihak pengajar.
b.                  Praktis
Selain mempertimbangkan kriteria ekonomis, sumber belajar pun haruslah mempunyai kriteria praktis, yaitu sumber belajar dalam penggunaannya tidak merepotkan
c.                   Sederhana
d.                  Mudah diperoleh
e.                   Bersifat fleksibel
f.                   Komponen-komponennya sesuai dengan pengajaran

Pada dasarnya baik sumber belajar, media maupun alat peraga memiliki esensi penting jika ketiganya diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Di mana esensi pentingnya adalah informasi. Jadi informasi yang terkandung, yang melalui, yang diolah, atau yang disampaikan, semuanya akan mempengaruhi  daya dukung keberhasilan ketiganya dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dimaksud. Dengan kata lain ketiganya harus memperhatian karakteristik dari informasi itu sendiri, dalam hal ini Santoso S. Hamodjoyo (2001). Guru merupakan sumber belajar yang utama, yaitu dengan segala kemampuan, wawasan keilmuan, keterampilan dan pengetahuan yang luas, maka segala informasi pembelajaran dapat diperoleh dari guru tersebut. Siswa, siswa memiliki sejumlah variasi aktivitas belajar, pengalaman belajar, pengetahuan dan keterampilan, maka dalam konteks tertentu apa yang terdapat pada diri siswa apat dijadikan sebagai sumber belajar dalam mempelajari suatu pengalaman-pengalaman belajar yang baru.
Sumber belajar meliputi apa saja dan siapa saja yang memungkinkan peserta didik dapat belajar.setiap sumber belajar harus memuat pesan pembelajaran dan harus ada interaksi timbal balik antara peserta didik dengan sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat juga berarti satu set bahan atau situasi yang sengaja diciptakan .
2.2  Macam-Macam Sumber Belajar
Vernon S. Gerlach &  Donald P. Ely (1971) menegaskan pada awalnya terdapat jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat dan perlengkapan,  serta aktivitas.
            Berikut ini macam-macam sumber belajar, yaitu:
a. Manusia
Manusia dapat dijadikan sebagai sumber belajar, peranannya sebagai sumber belajar dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah manusia atau orang yang sudah dipersiapkan khusus sebagai sumber belajar melalui pendidikan yang khusus pula, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor dan sebagainya. Kelompok Kedua yaitu manusia atau orang yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk  menjadi seorang nara sumber akan tetapi memiliki  keahlian yang mempunyai kaitan erat dengan program pembelajaran yang akan disampaikan, misalnya dokter, penyuluh kesehatan, petani, polisi dan sebagainya.
b. Bahan
Bahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang membawa pesan/ informasi untuk pembelajaran. Baik pesan itu dikemas dalam bentuk  buku paket, video, film, bola dunia, grafik, CD interaktif dan sebagainya. Kelompok ini biasanya disebut dengan media pembelajaran. Demikian halnya dengan bahan ini, bahwa dalam penggunaannya untuk suatu proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan yang didesain khusus untuk pembelajaran, dan ada juga bahan/media yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan materi pembelajaran yang relevan.
c. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang mampu memberikan pengkondisian belajar. Lingkungan ini juga di bagi dua kelompok yaitu lingkungan yang didesain khusus untuk pembelajaran, seperti laboratorium, kelas dan sejenisnya. Sedangkan  lingkungan yang dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan penyampaian materi pembelajaran, di antaranya yaitu lingkungan museum, kebun binatang,perpustakaan dan sejenisnya.
d. Alat dan Perlengkapan
Sumber belajar dalam bentuk alat atau perlengkapan adalah alat dan perlengkapan yang dimanfaatkan untuk produksi atau menampilkan sumber-sumber belajar lainnya. Seperti TV  untuk membuat program belajar jarak jauh, komputer untuk membuat pembelajaran berbasis komputer, tape recorder untuk membuat program pembelajaran audio dalam pelajaran bahasa Inggris, terutama untuk  menyampaikan informasi pembelajaran mengenai listening  mendengarkan), dan sejenisnya.
e. Aktivitas
Biasanya aktivitas yang dapat dijadikan sumber belajar adalah aktivitas yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, di mana didalamnya terdapat perpaduan antara teknik penyajian dengan sumber belajar lainnya yang memudahkan siswa belajar.  Seperti aktivitas dalam bentuk diskusi, mengamati, belajar tutorial, dan sejenisnya.
Sumber belajar dapat juga berarti satu set bahan atau situasi yang sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik belajar (Sukorini, 2007:90). Dengan demikian, sumber belajar adalah sesuatu baik yang sengaja dirancang (by design) maupun yang telah tersedia (by utilization) yang dapat dimanfaatkan sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membuat atau membuat peserta didik belajar.
Menurut sifat dasarnya, sumber dapat dibagi dua,yakni (a)sumber belajar insani,dan (b)sumber belajar non-insani. Sedangkan dilihat dari sifat pengembangannya,sumber belajar dibagi menjadi dua,yakni:(a) learning resources by design,dan (b) learning resources by utilization[2].
Ditinjau dari tipe pengembangannya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Sumber belajar yang dirancang (learning tesources by design), yaitu sumber belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul, program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI ( computer asisted instruction ), programmed instruction dan lain-lain.
b.      Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization),yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus diciptakan dan dikembangkan untuk pembelajaran tapu dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohmya, surat kabar, siaran televisi, pasar, sawah,waduk, pabrik, museum, kebun binatang, pabrik, terminal, pejabat pemerintahan, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan dan lain-lain.
2.3   Pemberdayaan Sumber Belajar
2.3.a. Perpustakaan
Dalam    Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  20  tahun  2003  tentang Sistem  Pendidikan  Nasional  pasal  1  disebutkan  bahwa  yang  dimaksud  dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses  pembelajaran  agar  peserta  didik  secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian, kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat,bangsa  dan  negara.  Pada  pasal  45  (1)    disebutkan  bahwa  setiap  satuan  pendidikan formal  dan  nonformal  menyediakan  sarana  dan  prasarana  yang  memenuhi  keperluan pendidikan  sesuai  dengan  pertumbuhan  dan  perkembangan  potensi  fisik,  kecerdasan intelektual,  sosial,  emosional,  dan  kejiwaan  peserta  didik.2  Ini  berarti  bahwa  setiap jalur  pendidikan  sekolah  baik  yang  diselenggarakan  oleh  pemerintah  maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.           
Salah  satu  sumber  belajar  yang  amat  penting,  tetapi  bukan  satu-satunya  adalah perpustakaan  yang  harus  memungkinkan  para  tenaga  kependidikan  dan  para  peserta didik  memperoleh  kesempatan  untuk  memperluas  dan  memperdalam  pengetahuan dengan  membaca  bahan  pustaka  yang  mengandung  ilmu  pengetahuan  yang diperlukan.  Hal  ini  mengandung  arti  bahwa  dalam  penyelenggaraan  sekolah  sebagai satuan  pendidikan  pada  jalur  formal  dipersyaratkan  untuk  menyediakan  sarana pendidikan  yang  sesuai  dengan  perkembangan  fisik,  kecerdasan,  intelektual,  sosial  , emosional, dan psikis peserta didik.  Namun  dalam  pelaksanaannya,  penyelenggaraan  perpustakaan  sekolah  banyak mendapat  kritik  karena  berbagai  kelemahannya.
Bebarapa alasan penyebab tidak maksimalnya perpustakaan dalam menjalankan tugas dan  fungsinya,  antara  lain  :  (1)  Kurangnya pemahaman/pengertian  terhadap  essensi dan eksistensi perpustakaan sebagai infrastruktur dalam menyediakan informasi (baik dari  pihak  kepala  sekolah,  guru  dan  siswa  (2)  Belum  maksimalnya  para  pengelola perpustakaan  sekolah  memberikan  jasa  layanan,  sehingga  masyarakat  pemakai kurang/tidak mengetahui jasa yang diberikan dan fasilitas yang tersedia dalam rangka memenuhi  kebutuhan  informasi,  (3)  Ketidaklancaran  atau  belum  terpeliharanya komunikasi antara perpustakaan sekolah dengan masyarakat pemakainya.
    Berkaitan  dengan  hal  tersebut  perlu  ada  upaya  meningkatkan  pemberdayaan perpustakaan  sekolah  dengan  melakukan  berbagai  kegiatan  yang  mengarah  pada upaya  mempromosikan  perpustakaan  sekolah  dengan  sasaran  terwujudnya optimalisasi sumberdaya perpustakaan.
Perpustakaan adalah penunjang usaha mempertinggi kemampuan daya serap siswa terhadap pelajaran. Perpustakaan berfungsi sebagai salah satu pusat sumber belajar, salah satu komponen instruksional, sumber utama penunjang kualitas pendidikan dan pengajaran, sebagai laboratorium belajar siswa.
Untuk mewujudkan perpustakaan yang ideal, ada beberapa aspek yang harus dikelola dengan sungguh-sungguh yang meliputi[3]:


a.       Sumber Daya Manusia
Pengelolaan perpustakaan sangat bergantung pengelola yang memahami fungsi  keberadaan perpustakaan. Sehingga setiap perpustakaan haruslah dikelola oleh pustakawan yang terlatih dan bukan sekedar penunggu perpustakaan.
b.      Sumber Daya Informasi (koleksi)
Isi perpustakaan yang lengkap serta mengikuti trend dan kebutuhan pengguna merupakan keharusan. Setiap pengguna akan yakin bahwa dia akan mendapatkan “apa yang dicari”
c.       Anggaran
Untuk memenuhi kebutuhan sebuah perpustakaan yang ideal maka biaya yang di butuhkan harus difahami. Sehingga adanya alokasi anggaran yang memadai, baik yang bersumber dari sekolah ataupun dari pengguna harus secara rutin terpenuhi.
d.      Sistem Layanan
Kenyamanan pengguna perpustakaan banyak ditentukan oleh adanya sistem layanan yangcepat sesuai kebutuhan. Sitem ini diupayakan secara manual maupun menggunakan sistem komputasi yang cepat dan akurat. Demikian pula keberadaan sistem layanan menjadi hal yang harus akrab bagi pengguna, dalam hal ini para siswa.
e.       Program-program
Pada perkembanga sekarang ini perpustakaan bukan lagi sekedar tempat menyimpan buku dan membaca, tetapi harus lebih bagai tempat sumber informasi. Untuk itu penggelola perpustakaan harus mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan yang rekretif dan edukatif, sepert talk show, bedah buku, quiz maupun kegiatan lain yang mampumeningkatkan ketertarikan para pengguna perpustakaan.

f.       Fasilitas
Peralatan meliputi meja, kursi, serta keberadaan ruangan yang nyaman, tenang, bersih, sirkulasi udara yang baik akan menjadikan pengunjung darn pengguna krasan di perpustakaan. Begitu pula fasilitas yang mendukung hal tersebut harus senantiasa diupayakan.
2.3.b.Buku Ajar
Dalam pendidikan, proses pembelajaran perlu kreativitas dengan tetap memperhatikan aspek kognitifnya. Agar proses pembelajaran berjalan seperti itu, maka kita perlu dukungan berbagai metode, sarana/media serta ketrampilan dalam mengolah dan memprosesnya.
Buku ajar dapat didesain secara sistematis oleh guru karena guru di sekolah tersebutlah yang lebih mengetahui karakter dan kebutuhan siswanya. Sedangkan bagi guru yang menggunakan buku ajar yang telah diterbitkan, maka harus lebih teliti dan selektif.
Pembelajaran melalui buku ajar sering disebut dengan pembelajaran kontekstual[4], yaitu suatu proses belajar yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh johnson (2006)[5], terdapat enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual,yaitu:
1)      Pembelajaran bermakna. Pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
2)      Penerapan Pengetahuan. Prinsip ini pada dasarnya merupakan ukuranbagaimana siswa memiliki kemampuan memahami dan dan memaknai apa yang telah dipelajari untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan.
3)      Berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran  kontekstual berusaha untuk membangun bagaimana para siswa bisa berfikir secara kritis dan kreatif.
4)      Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Maksudnya, pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, dan nasional.
5)      Responsif terhadap budaya. Guru harus mampu memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia didik.
6)      Penilaian autentik,merupakan sistem penilaian yang digunakan oleh guru untuk menilai keadaan yang sebenarnya sehingga dapat merefleksikan hasil belajar yang sesungguhnya.
Buku ajar adalah salah satu sumber belajar yang didesain secara sistematis yang meliputi[6]:
a). Penganalisaan
b). Perancangan
c). Pengembangan
d). Pelaksanaan atau aplikasi
e). Penilaian.
Buku ajar di desain sehingga mampu menciptakan ‘operant’ pada siswa,sehingga berlakulah hukum stimulus-respon. ‘operant’ adalah sejumlah perilaku atau respon yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber,1988)[7]. Buku ajar diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan Standar Kompetensi yang berlaku, serta mampu mengukur perkembangan siswa dalam menangkap pelajaran.
            Pemberdayaan Buku ajar mampu dioptimalkan dengan peran guru sebagai pengajar, penjelasan materi yang sulit dimengerti akan sangat membantu siswa dalam penggunaan buku ajar.